Ingat nggak, ketika kita masih kecil dulu, orang tua kita selalu bilang:
"Eh, jangan kebanyakan ketawa, nanti nangis...."
Ingat, kan?
Yang pasti, saya ingat sekali kalau Mami selalu menyuruh saya untuk tidak tertawa terlalu hiperbolis supaya nanti malamnya saya tidak rewel, nangis, dan gelisah nggak bisa tidur.
Saya belum pernah membuktikannya; apa coba korelasi antara laughing out loud in the day and crying so hard in the night? Selain keduanya adalah dua hal yang sama sekali lain, bertentangan, dan tidak punya teori bahwa energi yang berlebihan akan kemudian diolah menjadi air mata (seperti teori karbohidrat dan lemak itu).
Sampai akhirnya, semalam tadi, saya mengalami sendiri apa yang diwanti-wanti oleh Mami saat itu.
Semalam, Meylinda, teman saya, mengajak saya dan beberapa rekan kantor untuk makan di Primarasa, sebagai tanda syukur atas bertambahnya umur Meylinda pada 1 Januari kemarin. Berhubung Meylinda sudah resigned sejak tahun 2007, tentu saja kami punya banyak modal untuk bercerita dan bercanda, yang pastinya dengan beberapa comedian regular: Yoenoes dan Lala :D
Kami tertawa ngakak.
Becanda seolah seorang standing comedian.
Ngomong soal A, B, C sampai Z, dan seolah nggak pernah kehabisan bahan untuk tertawa lebar. Sungguh, malam tadi adalah tertawa paling lepas sepanjang 20 hari yang saya jalani sejak tahun 2009. Kami benar-benar tertawa dengan tingkah polah yang nggak karuan. Jangan bayangkan saya yang kalem, deh... Karena percayalah, saya ini akan kehilangan pesonanya *emang lu punya pesona, La? hehe* kalau sedang beralih peran menjadi badut Ancol :D
Dan seperti yang dibilang Mami, dulu...
Kalau kebanyakan tertawa, pasti ujung-ujungnya sedih.
Karena memang benar.
Ketika sampai di rumah, saya menemukan rumah saya masih kosong, dengan ruangan yang masih gelap minus cahaya lampu. "Bro mana, ya? Masa belum pulang, sih?" Saya memutuskan untuk menelepon Bro, sementara Meylinda masih setia menemani saya dan mempersilahkan saya untuk tetap duduk di kursi Kijangnya.
Berkali-kali saya menelepon, tetap tidak ada jawaban. Bad signal, lah. Atau malah tidak diangkat sama sekali. Aduh, saya yang memang sudah berbakat parno ini semakin paranoid saja. Mulai membayangkan hal-hal yang tidak-tidak...
Lima menit kemudian, ponsel saya berdering. Dari Bro.
Percakapan sekilas saya dengan Kakak Tercinta saya itu membuat saya mengangguk mengerti kenapa rumah masih dalam kondisi kosong dan gelap.
Kamu tahu kenapa?
Soalnya sepulang kantor tadi, Bro membawa Mbak Ira ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi tubuhnya yang drop, dan tidak disangka-sangka, Mbak Ira harus rawat inap malam itu juga karena penyakit Liver yang sudah agak gawat... :(
Sungguh.
Saya benar-benar terhenyak di atas kursi dan nggak bisa berpikir apa-apa lagi selain berkata dalam hati, "Mami bener... kalau aku kebanyakan ketawa.. ternyata malemnya aku bakal sedih...."
Ah, Mbak Ira..
Cepat sembuh, ya?
Rumah nggak rame kalau nggak ada Mbak Ira.... :)
"Eh, jangan kebanyakan ketawa, nanti nangis...."
Ingat, kan?
Yang pasti, saya ingat sekali kalau Mami selalu menyuruh saya untuk tidak tertawa terlalu hiperbolis supaya nanti malamnya saya tidak rewel, nangis, dan gelisah nggak bisa tidur.
Saya belum pernah membuktikannya; apa coba korelasi antara laughing out loud in the day and crying so hard in the night? Selain keduanya adalah dua hal yang sama sekali lain, bertentangan, dan tidak punya teori bahwa energi yang berlebihan akan kemudian diolah menjadi air mata (seperti teori karbohidrat dan lemak itu).
Sampai akhirnya, semalam tadi, saya mengalami sendiri apa yang diwanti-wanti oleh Mami saat itu.
Semalam, Meylinda, teman saya, mengajak saya dan beberapa rekan kantor untuk makan di Primarasa, sebagai tanda syukur atas bertambahnya umur Meylinda pada 1 Januari kemarin. Berhubung Meylinda sudah resigned sejak tahun 2007, tentu saja kami punya banyak modal untuk bercerita dan bercanda, yang pastinya dengan beberapa comedian regular: Yoenoes dan Lala :D
Kami tertawa ngakak.
Becanda seolah seorang standing comedian.
Ngomong soal A, B, C sampai Z, dan seolah nggak pernah kehabisan bahan untuk tertawa lebar. Sungguh, malam tadi adalah tertawa paling lepas sepanjang 20 hari yang saya jalani sejak tahun 2009. Kami benar-benar tertawa dengan tingkah polah yang nggak karuan. Jangan bayangkan saya yang kalem, deh... Karena percayalah, saya ini akan kehilangan pesonanya *emang lu punya pesona, La? hehe* kalau sedang beralih peran menjadi badut Ancol :D
Dan seperti yang dibilang Mami, dulu...
Kalau kebanyakan tertawa, pasti ujung-ujungnya sedih.
Karena memang benar.
Ketika sampai di rumah, saya menemukan rumah saya masih kosong, dengan ruangan yang masih gelap minus cahaya lampu. "Bro mana, ya? Masa belum pulang, sih?" Saya memutuskan untuk menelepon Bro, sementara Meylinda masih setia menemani saya dan mempersilahkan saya untuk tetap duduk di kursi Kijangnya.
Berkali-kali saya menelepon, tetap tidak ada jawaban. Bad signal, lah. Atau malah tidak diangkat sama sekali. Aduh, saya yang memang sudah berbakat parno ini semakin paranoid saja. Mulai membayangkan hal-hal yang tidak-tidak...
Lima menit kemudian, ponsel saya berdering. Dari Bro.
Percakapan sekilas saya dengan Kakak Tercinta saya itu membuat saya mengangguk mengerti kenapa rumah masih dalam kondisi kosong dan gelap.
Kamu tahu kenapa?
Soalnya sepulang kantor tadi, Bro membawa Mbak Ira ke rumah sakit untuk memeriksa kondisi tubuhnya yang drop, dan tidak disangka-sangka, Mbak Ira harus rawat inap malam itu juga karena penyakit Liver yang sudah agak gawat... :(
Sungguh.
Saya benar-benar terhenyak di atas kursi dan nggak bisa berpikir apa-apa lagi selain berkata dalam hati, "Mami bener... kalau aku kebanyakan ketawa.. ternyata malemnya aku bakal sedih...."
Ah, Mbak Ira..
Cepat sembuh, ya?
Rumah nggak rame kalau nggak ada Mbak Ira.... :)
Always,
LALA
LALA
0 komentar:
Post a Comment